Ini adalah gelar terkini bagi umat Islam yang datang dari pihak yang menyatakan perang terhadap terorisme di Amerika Serikat. Dan gelas fasis untuk umat Islam akan menyebar dengan cepat dan menjadi bahasa semua orang seperti panggilan Islam sebagai teroris yang sulit dipisahkan baik di media-media informasi dan pidato politik. (Jihad al-Khazin di dalam artikel harian al-hayah London, 7/02/2006).
Pada hakikatnya, istilah tersebut adalah hanya panggilan yang berbeda-beda untuk satu pihak yang sama yaitu Islam. Panggilan dan penamaan dari orang yang melihat Islam sebagai musuh yang mengancam. Pandangan negatif terhadap dunia Islam semacam ini sangat berbahaya karena itu refleksi atas pembuat keputusan yang menggelisahkan saya, anda dan seluruh penduduk bumi. Jadi persoalannya bukan sekadar pelecehan Nabi SAW yang terlepas dari realitas pembuat, pemikiran dan sejarah negara mereka tetapi itu merupakan refleksi dari dalam pemikiran para pembuat kebijakan (politik) di ibukota-ibukota Barat dan sudah merupakan persepsi yang tertata dalam logika pemikiran intelektual mereka.
Dia mengatakan tentang karikatur pelecehan Nabi bahwa peristiwa itu
John L. Esposito menambahkan, “
Sesungguhnya peristiwa-peristiwa terakhir terkait dengan pelecehan al-Qur’an oleh orang-orang Amerika dan penjara teluk Guantanamo, kemudian serangkaian solidaritas pandir yang ditunjukan oleh Uni Eropa terhadap Denmark terkait dengan karikatur pelecehan terakhir, tidak lain adalah bukti nyata dan sebagai tambahan bahwa di sana ada perang antar peradaban yang ditukangi dan dikobarkan oleh Amerika Serikat, masih menurut John L. Esposito;
John L. Esposito menutup perkataannya dengan mengatakan bahwa “para pemimpin kaum mulimin bertanggung jawab membela agama dan keyakinan umatnya. Mereka juga bertanggung jawab mendukung kebebasan berekspresi namun tanpa memanfaatkan kebebasan tersebut. Harus dibuat garis pemisah antara bentuk-bentuk sah untuk menolak dan demonstrasi sengit yang menyertai serangan terhadap kedubes-kedubes, agar masalahnya tidak tambah menyulut dan mendukung potret tidak fair yang diambil secara aneh tentang kaum muslimin. Dari situ maka para pemimpin kaum muslimin mendapatkan beban berat, ketika mereka tidak bisa memberikan arahan kepada kaum muslimin untuk tidak melakukan tindakan anarkis dalam menentang pelecehan karena bagaimanapun hal tersebut tidak akan membawa kebaikan dan maslahat.”
Sands of Empire
Buku ini berisi pandangan kelompok kanan klasik yang dihiasi banyak kontradiksi yang mengganggu terkait dengan serangan arus Amerika terhadap apa saja yang bertentangan dengan mereka, khususnya Arab dan kaum muslimin. Pada pasal-pasal terakhir dari buku ini penulis menegaskan bahwa di sana ada perbedaan yang muncul antara peradaban Barat dengan peradaban Islam dan budayanya yang menyebar di negeri-negeri Timur. Penulis membangun konklusinya ini pada gambaran-gambaran stereotype sangat negatif tentang Islam.
Dia menegaskan bahwa Amerika saat ini dalam perang peradaban dengan dunia Islam. Dia mengatakan, “
Di akhir buku ini penulis menyerukan Amerika agar semakin dekat dengan negara-negara Eropa untuk berdiri satu barisan bersama dengan Barat serta berkoalisi dengan Rusia untuk menghadapi negara-negara muslim di Asia tengah. Bahkan Robert W Merry menyerukan pemerintah Amerika untuk berkoalisi baik secara terang-terangan maupun rahasia dengan para diktator di negara-negara Arab dan dunia Islam yang dipimpin oleh pemerintahan yang sudah barang tentu tidak dipilih secara demokratis namun mereka memiliki keinginanan dalam kerjasama dengan Washington melawan “kelompok-kelompok teroris”.
Mungkin kita bisa mengaitkan perkataan Robert W Merry dengan kajian-kajian yang diterbitkan di Amerika Serikat yang menyerukan pemerintah Amerika untuk melihat kembali dalam upaya-upaya Washington menyebarkan demokrasi di dunia Arab dan Islam setelah masyarakat muslim memilih partai-partai Islam di sebaga an negara Arab dan dunia Islam.
Ada konsep pemikiran penting yang diisyaratkan oleh Robert W Merry dengan mengatakan, “Setiap kali penduduk Muslim banyak di dalam Amerika, maka semakin besar pula ancaman internal.” Untuk itulah dia mengusulkan pembatasan pertumbuhan kaum muslimin. Mungkin pemikiran ini diusung oleh sebagian orang-orang Eropa yang ketakutan terhadap pertumbuhan demografi muslim di Eropa yang dianggap mengancam sebagian tanah airnya dengan pertambahan jumlah kaum muslimin yang terus meningkat sementara orang-orang penduduk asli yang tersisa tinggal orang-orang tua. Hal inilah yang menjadikan sebagian suara Barat bertekat melakukan pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW. Mereka tidak mau meminta maaf meskipun hasilnya adalah penyusutan wujud Islam di Eropa sebagai respon terhadap kemarahan kaum muslimin atas pelecehan agama mereka tanpa ada isyarat yang menenangkan, bahwa hal itu akan dihentikan di masa mendatang dalam waktu dekat. Mereka juga tidak memberikan ketenangan resmi dengan melarang munculnya kembali pelecehan semacam ini.
Kembali ke pasal-pasal awal dari buku Robert W Merry, meski dia bertujuan untuk membaca secara kritis latarbelakang filosofis dan historis yang menggerakan kebijakan luar negeri Amerika, namun dia memberi kita gambaran (persepsi) dari jendela lain mengenai rasio (akal) orang yang melecehkan Islam dalam karikatur atau buku mereka. Robert W Merry membagi filsafat dan pemikiran ini menjadi dua ide utama:
Pertama: Ide (pemikiran) kemajuan historis. Ide ini merujuk kepada para pemikir revolusi Perancis yang meyakini kemampuan ilmu dan teknologi untuk membawa kepada kemajuan dengan kelanjutan kehidupan manusia menjadi lebih baik. Masalah dalam pemikiran ini adalah keyakinan bahwa yang memimpin kemajuan manusia baik secara ilmu maupun sosial ini adalah peradaban Barat Eropa. Dari sisi pribadi, maka siapapun orang Barat yang meyakini ide (pemikiran) semacam ini maka dia akan menganggap mudah melakukan pelecehan terhadap nabi-nabi orang lain. Karena peradaban mereka (Barat) lah yang memimpin orang lain dan bukan agama orang lain yang mereka yakini. Orang Barat yang meyakini ide semacam ini merasa memiliki hak untuk berkomentar dengan segala olok-olokan dan pelecehan terhadap setiap agama dan budaya lain. Dari sisi politik dan pemikiran, maka ide (pemikiran) semacam ini berarti bahwa Barat akan menang, tidak bisa tidak. Bahwa Barat mampu mengembalikan format orang lain dengan gambaran yang diingikan orang-orang Barat baik secara politik maupun peradaban.
Hal inilah yang mendorong para pejabat Amerika, seperti diungkapkan Robert W Merry, melakukan petualangan politik luar negeri yang bisa jadi hasilnya negatif bagi orang Amerika. Inilah yang bisa kita rasakan dari pernyataan-pernyataan Presiden Amerika George. Bush Yunior dan PM Inggris Tony Blair saat membicarakan tentang penyebaran demokrasi di Irak. Mereka lupa diri bahwa mereka telah melakukan banyak kejahatan terhadap bangsa Irak melanjutkan kejahatan diktator berdarah dan dzalim Sadan Husain. Mereka melupakan bahwa bangsa-bangsa Arab dan Islam haus dengan kebebasan namun bangsa-bangsa ini tidak akan mampu mendirikan demokrasi yang matang dan hakiki di tengah-tengah penjajahan.
Bertolak dari kemenangan Bush Senior dalam mengusir Sadam Husain dari Kuwait, Presiden George Bush Yunior dalam pembicaraannya yang penuh obsesi bertekad menyebarkan demokrasi di Irak. Kemenangan Bush Senior telah memberi tambahan kepercayaan dan dorongan kepada Gedung Putih dan para tokohnya untuk merealisasikan impian supremasi Amerika atas dunia.
Dari ide (pemikiran) “kemajuan historis” ini, Francis Fukuyama di dalam bukunya “akhir sejarah” bertolak dari pendangannya mengatakan bahwa kapitalisme Barat telah mengalahkan ideologi dan peradaban lain, maka dengan begiru berakhirlah roda sejarah. Sementara itu di atas ide ini Tomas Fridman membangun perbincangannya tentang globalisasi dan penghapusan batas-batas budaya antara bangsa-bangsa yang dalam pandangannya akan berupaya mengambil faedah ekonomi dari keistimewaan-keistimewaanya.
Kedua: Ide (pemikiran) kebulatan sejarah. Ide ini dalam perinciannya, berbeda antara kaum Muslimin dan orang Barat pada zaman modern ini. Kita meyakini tentang sunnah kauniyah yang tidak mengecualikan seuatu peradaban tertentu bahwa dia bisa mencapai puncak atau turun hingga ke dasar dikarekanan faktor-faktor internal dan eksternal yang telah disaksikan kejadiannya oleh sejarah manusia. Namun refleksi ide ini dalam teori-teori Barat pada masa-masa pertenganan dan klasik di Eropa memiliki makna lain. Yaitu bahwa keburukan ada dalam semua zaman dan tidak mungkin dihindari.
Dalam ide (pemikiran) ini ada poin positif bahwa siapa yang meyakininya akan fokus pada kondisi internal guna melindungi negaranya dari faktor-faktor kehancuran yang menjadi akhir peradaban dari negara-negara sebelumnya dan tidak akan terdorong kepada pembangunan pangkalan militer di lebih 60 negara serta melakukan intervensi dalam urusan bangsa-bangsa lain untuk memprovokasi. Kemudian sebagian pihak bertanya-tanya: mengatakan sebagian manusia membenci Amerika Serikat, setelah berbagai perilaku militer internasional yang dibuat Imperium Amerika dan tidak satu negarapun menentangnya hingga detik ini, sebagian ahli hubungan publik mengajukan pertanyaan tentang manfaat ofensi propaganda yang diupayakan Washington, peluncurannya di media-media informasi dan lembaga-lembaga pendidikan sebagian negara Barat dan Islam.
Kita katakan terhadap ofensi propaganda tersebut: bahwa telinga kita terbuka mendengar pesan-pesan propaganda untuk mempercantik wajah Amerika tersebut, namun mata kita juga terbuka dan menyaksikan apa yang dilakukan oleh para serdadu Amerika.
Bertolak dari ide kebulatan sejarah, di dalam bukunya tentang “Clash of Civilizations” Huntington memprediksi terjadinya benturan antar peradaban dan bahwa dunia akan tetap terbagi atas dasar batas-batas budaya yang akan mengobarkan benturan antar peradaban utama di dunia ini. Kita tidak akan memperpanjang pembicaraan dalam mendiskusikan ide benturan peradaban yang telah memenuhi diskusi di kalangan para ahli dan intelektual. Namun yang terpenting adalah bahwa pendukung ide “kemajuan historis” atau “akhir sejarah” barangkali telah mengalahkan para pendukung “kebulatan sejarah” dan “clash of civilizations”, sehingga melekatlah pengaruh ide akhir sejarah dan kemestian supremasi Amerika terhadap dunia bangsa-bangsa. Orang-orang liberal yang barang kali sebagian mereka menolak agresi ke Irak, namun mereka menerima intervensi dengan dalih kemanusiaan sebagaimana yang terjadi di Somalia dan Bosnia.
Namun masalahnya tidak berhenti pada batas ini, Amerika Serikat terseret untuk menerima pelucutan kaum imperialis dari kaum neo-konservatif yang dilihat oleh Robert W Merry, bahwa dengan agresi mereka ke Irak mungkin mereka akan menghidupkan ide “clash of civilizations” daripada merealisasikan impian supremasi Amerika berdasarkan pada teori “akhir sejarah”, yang dengan dasar teori ini kaum neo-konsevatif ingin merekontruksi dunia di atas dasar demokrasi yang sesuai dengan mereka. Sudah barang tentu bukan demokrasi yang memungkinkan kaum Islamiyin dari Hamas di Palestina atau al-Ikhwan al-Muslimun di Mesir menuju pemerintahan. Demokrasi yang semacam ini jelas tertolak bagi mereka. Siapapun dari partai-partai Islam yang menang mereka harus menyesuaikan dengan iklim tuntutan-tuntutan pihak yang mereka sebut “masyarakat internasional” seraya melupakan program-program pemilu yang mewakili Islam politik, sebagaimana penamaan oleh Barat, yang pada dasarnya mereka terpilih “secara demokratis”.
Yang juga mengejutkan saya dari ucapan Robert W Merry, dia mengingatkan adanya bencana pemikiran imperialisme dari sisi kemungkinan provokasi oleh kekuatan besar dan menengah dunia atas Amerika serta penyedotan penghasilan Amerika Serikat. Pada akhirnya, dunia akan tetap terbagi dan tidak akan melebur dalam satu peradaban dan sistem politik tunggal. (Eramuslim)
Reference: Karina Dive
No comments:
Post a Comment