Sunday, March 9, 2008

Bagaimana Melawan Terorisme?




Bagaimana menghentikan 'terorisme" yang paling benar?" Jawabannya sangat relatif tergantung dari sudut pandang mana kita melihat. Yang jelas harus dimulai dari diri sendiri

Teror(isme), akhir-akhir ini telah sangat menyita pikiran dan perhatian kita. Lebih-lebih selepas terbunuhnya Dr Azahari Husin yang selama ini diburu oleh pihak kepolisian RI sebagai gembong teror(isme). Seakan tanpa akhir, bahkan kematiannya pun ternyata telah menimbulkan sensasi baru, yaitu adanya pandangan yang skeptis terhadap bagaimana sesungguhnya kematian Dr Azahari Husin terjadi, ada misteri di balik kematian Dr Azahari Husin.

Sekedar urun-rembuk terhadap adanya pandangan yang skeptis terhadap berbagai fakta terkait ramainya orang membicarakan perihal terorisme.

Sebab sudut pandang orang memang berbeda-beda dan hal ini dimungkinkan terjadi karena perbedaan pengalaman dan perbedaan sudut pandang saja. Tidak ada yang tidak mungkin kita ragukan dalam berbagai konteks peristiwa, semuanya mungkin dan dimungkinkan.

Seorang Abdullah Mahmud "a breath of fresh air” Hendropriyono misalnya sangatlah dimungkinkan jika faktanya adalah antek CIA sebagaimana dituliskan The Post. Kita mencurigainya sebab dia bereaksi dengan amat keras ketika berita ini dipublikasikan dan pada saat yang hampir bersaamaan membuat pernyataan agar buku-buku Sayyid Quthb dilarang dan agar pemerintah merevisi kurikulum pesantren. Bukankah ini berupaya mengalihkan perhatian?

Orang yang banyak menebar kesalahan biasanya akan mudah menuduh, menohok dan memojokkan orang lain tanpa bukti-bukti dan celakanya tanpa penelitian yang baik.

Akan lebih baik seandainya AM Hendropriyono membaca buku-buku Sayyid Quthb dengan seksama baru mencoba berbicara banyak.

Tak ada yang perlu ditakutkannya sebab toh belum tentu beliau akan terpengaruh dengan ide-ide Sayyid Quthb begitu saja karena framing otaknya sudah disetting sedemikian rupa untuk tidak terpengaruh dan tidak percaya.

Tak ada yang salah dengan pemikiran Sayyid Quthb, sebab Sayyid Quthb di antaranya mengajak agar umat Islam menggali "petunjuk jalannya" dari sumber orisinil, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW, karena keduanya merupakan "sumber Rabbani" yang diturunkan oleh Allah SWT. Kedua sumber inilah yang telah berhasil memunculkan suatu generasi yang tidak ada tandingannya sepanjang sejarah, yaitu generasi sahabat r.a..

Sayyid Quthb hanyalah seorang dengan ide-ide yang revolusioner. Pada hari Senin, 13 Jumadil Awwal 1386 atau 29 Agustus 1966 beliau dan dua orang temannya (Abdul Fatah Ismail dan Muhammad Yusuf Hawassy) syahid di tali tiang gantungan.

Kritik keras juga saya alamatkan kepada Wapres M. Yusuf Kalla yang juga melarang diajarkannya pemikiran-pemikiran Sayyid Quthb dan Hasan Al-Banna. Seharusnya seorang menyandang nama "dua nama Nabi" ini lebih bijaksana dan bijaksini dalam membuat pernyataan.

Hendaknya beliau juga membaca dan meneliti dengan seksama buku-buku dan pandangan-pandangan dua orang tokoh yang ditakutinya ini.

Sebab larangannya tak akan membuahkan hasil, karena masyarakat sudah tidak mungkin lagi dibatasi akses informasinya. Sebab semua masih mungkin diakses melalui jaringan lintas dunia (woldwideweb).

Demikian pula keinginan Menteri Agama Maftuh Basuni yang ingin melarang beredarnya buku "Jihad" Imam Samudra, nonsens sebab buku ini sudah beredar dalam bentuk soft copy-nya di jaringan tak berbatas (internet).

Memangnya tak adakah kerjaan lain yang lebih baik dari bapak-bapak pembesar kita ini selain membuat sensasi dihadapan wartawan berbagai media? Ahh (mengurut dada)...mau dibawa ke mana haluan bangsa kami oleh mereka-mereka ini?"

Melawan terorisme, bagi saya, jawabannya adalah memulailah dari diri kita sendiri, menyitir kalimat kondang yang sering dipakai Aa Gym.

Sebab jelas tidak ada pembenaran atas tindak kekerasan seperti teror(isme) ini terkecuali dirinya dan atau negara dan bangsanya dan atau agamanya mengaruskan adanya perlawanan sebab kondisi tertentu semisal di Palestina dan beberapa wilayah konflik lainnya sebagaimana sering dikutip Ustad Abubakar Baasyir.

Terkait bagaimanakah seharusnya kita bersikap dalam berbuat suatu hal (di jalan dakwah ini) ada baiknya kita baca Firman Allah SWT berikut:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl: 125)

Jelas dalam hal ini di antaranya disebutkan jika kita mengajak kepada jalan kebenaran maka harus dilakukan dengan cara yang baik (bilhikmah) dan pelajaran--contoh dan teladan-- yang baik (mau'izhah hasanah) dan bahkan membantahnya pun jika terjadi perbedaan harus dengan cara yang lebih baik (hiya ahsan).

Intinya kekerasan, pemaksaan-pemaksaan dan tindakan konyol lainnya tidak pernah dianjurkan dalam Islam dalam situasi agamanya (terutama) tidak dirugikan atau ditindas oleh pihak lain--sehingga mengharuskan adanya perlawanan.

Boleh jadi para pelaku terorisme --bahasa yang sering dipakai aparat sekarang- adalah dianggap sebagai suatu ijtihad. Namun bagi kebanyakan muslim, penulis yakin pandangan itu tidaklah terlalu populer.

Karena itu, diminta atau tidak, sebagaian muslim memang pasti menolak cara seperti itu. Namun yang juga perlu diingat, jangan pula karena nafsu dalam kampanye melawan 'terorisme' membuat aparat kelihatangan akal dan melakakukan berbagai tindakan sembrono.

Harus diingat, dalam banyak kasus yang menimpa umat Islam di berbagai belahan dunia, semakin kaum muslim dihimpit, ditindas dan diintimidasi, justru mereka semakin bangkit melakukan perlawanan.

Jangan lupa, salah satu alasan para pelaku bom bunuh diri melakukan tindakan itu adalah karena mereka meyakini ditindas --terutama oleh negara-negara Barat-- tanpa bisa melakukan perlawanan.

Jika para aparat dan negara Barat tetap memakai cara keji seperti itu, boleh jadi terorisme (ini bahasa yang dipakai Amerika) tetap tak akan pernah selesai. Sebab penderitaan baru justru akan melahirkan perlawanan baru.

Ingatlah, perlakukan para tentara dan Orde Baru terhadap Islam justru melahirkan sejumlah pemberontakan. Jika hari ini para aparat sibuk menangkapai orang-orang --hanya karena mereka berpakaian Islam, berjilbab panjang, berjenggot--. tindakan itu bukan tak mungkin jutsru membuahkan rasa frustasi dikhawatirkan membuat orang berlaku 'nekat'.

Karena itu, mari kita mulai dari diri kita, apakah tindakan itu benar? Demikian komentar saya, kurang dan lebihnya saya mohon maaf. Wallahua'lamu bishshawab.

oleh: Asiaandi

Reference: Karina Dive

No comments: