KAIDAH PENTING TENTANG MAKANAN
Sebelum melangkah lebih lanjut, perlu kita tegaskan terlebih dahulu bahwa
asal hukum segala jenis makanan baik dari hewan, tumbuhan, laut maupun
daratan adalah halal. Allah berfirman.
“Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi” [Al-Baqarah : 168]
Tidak boleh bagi seorang untuk mengharamkan suatu makanan kecuali
berlandaskan dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang shahih. Apabila seorang
mengharamkan tanpa dalil, maka dia telah membuat kedustaan kepada Allah,
Rabb semesta alam. FirmanNya.
“Artinya : Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut
oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan
lebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [An-Nahl : 116]
[13]. BINATANG YANG HIDUP DI DUA ALAM
Sebagai penutup pembahasan ini, ada sebuah pertanyaan : “Adakah ayat Qur’an
atau Hadits shahih yang menyatakan bahwa binatang yang hidup di dua alam
haram hukum memakannya seperti kepiting, kura-kura, anjing laut dan kodok?”.
Jawab secara umum : Perlu kita ingat lagi kaidah penting tentang makanan
yaitu asal segala jenis makanan adalah halal kecuali apabila ada dalil yang
mengharamkannya. Dan sepanjang pengetahuan kami tiddak ada dalil dari
Al-Qur'an dan hadits yang shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan
yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian binatang yang hidup
di dua alam dasar hukumnya "asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil
yangmengharamkannya. [Lihat pula “Soal jawab” Juz. 2 hal. 658 oleh Ustadz A
Hassan dkk]
Adapun jawaban secara terperinci :
Kepiting - hukumnya halal sebagaimana pendapat Atha' dan Imam Ahmad. [Lihat
Al-Mughni 13/344 oleh Ibnu Qudamah dan Al-Muhalla 6/84 oleh Ibnu Hazm]
Kura-kura dan Penyu - juga halal sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus,
Muhammad bin Ali, Atha', Hasan Al-Bashri dan fuqaha' Madinah. [Lihat
Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84]
Anjing laut - juga halal sebagaimana pendapat imam Malik, Syafi'i, Laits,
Sya'bi dan Al-Auza'i [Lihat Al-Mughni 13/346]
Katak/kodok - hukumnya haram secara mutlak menurut pendapat yang rajih
karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas.
Wallahu A’lam
Monday, May 5, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
5 comments:
“Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi” [Al-Baqarah : 168]
maaf gan : jangan diartikan semua yang ada di muka bumi itu halal, arti ayat diatas itu kita harus jeli dan memilah mana yang halal dan mana yang haram, lihatlah penekanan "makanlah yang halal dan baik", dari apa (makanan, minuman dan sebagainya) yang terdapat di bumi.
Liad dari makanan si hewan, menurut saya hewan yg hidup di dua alam di nyatakan haram jika hewan tersebut memakan hewan lain (karnivora)dimana hewan tersebut di haramkan untuk dimakan oleh kita, contoh buaya hidup di dua alam, hewan tersebut makan apa aja bahkan bisa makan daging manusia & bangkai binatang lain, kedua makanan tersebut adalah jenis yg haram buat kita jd buaya adalah haram hukumnya untuk qt mkn.
Begitupun dengan kodok, makanan kodok adalah serangga & salah satunya adalah nyamuk, makanan kodok berupa nyamuk trsebut menghisap darah & darah itu di haramkan untuk di konsumsi jadi kodok itu haram hukumnya.
Percayalah bahwa Allah Tuhanmu memberikan apa" yg untuk di makan umatnya adalah sesuatu yang baik dari awal mula (apa yg di makan) sampai akhir (setelah di makan)
jawa kalian semua
supaya aman ya mending ga usah makan aja
MEMAKAN DAN MEMBUDIDAYAKAN KODOK
Rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, yang diperluas dengan beberapa utusan Majelis
Ulama Daerah, beberapa Dekan Fakultas Syari'ah IAIN dan tenaga-tenaga ahli dari Institut
Pertanian Bogor, yang diselenggarakan pada hari senin, 18 Shafar 1405 H. (12 Nopember 1984
M.) di Masjid Istiqlal Jakarta, setelah :
Menimbang :
Bahwa akhir-akhir ini telah tumbuh dan berkembang usaha pembudidayakan kodok oleh
sebagian para petani ikan.
Mendengar :
a. Pengarahan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan Ketua Komisi Fatwa Majelis
Ulama Indonesia.
b. Keterangan para ahli perikanan tentang kehidupan kodok dan peternakannya.
c. Makalah-makalah dari Majelis Ulama Daerah Sumatera Barat, NTB, IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, IAIN Walisongo Semarang.
d. Pembahasan para peserta dan pendapat-pendapat yang berkembang dalam sidang
tersebut.
Memperhatikan dan memahami :
a. Ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah, serta kaidah-kaidah fiqhiyah antara lain :
1. Surat al-An’am ayat 145
“Katakanlah : Tiada aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau
makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena
sesungguhnya semua itu adalah kotor atau binatang yang disembelih atas nama
selain Allah.”
2. Surat al-Mai’dah ayat 96
“Dahalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut
sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang orang yang dalam perjalanan.
3. Surat Al-A’raf, ayat 157
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk”.
b. Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW :
“Dari Abdurrahman bin Utsman Al Quraisy bahwanya seorang tabib (dokter) bertanya
kepada Rasulullah SAW, tentang kodok yang dipergunakan dalam campuran obat, maka
Rasulullah SAW melarang membunuhnya.” (Ditakharijkan oleh Ahmad dan dishahihkan
Hakim, ditakhrijkannya pula Abu Daud dan Nasa’I).
c. Memanfaatkan kulit bangkai selain anjing dan babi, melalui proses penyamakan,
dibolehkan menurut ajaran agama.
d. Semua binatang yang hidup menurut jumhur ulama hukumnya tidak najis kecuali anjing
dan babi.
e. Khusus mengenai memakan daging kodok, jumhur ulama berpendapat tidak halal,
sedangkan sebagian ulama yang seperti Imam Malik menghalalkan.
f. Menurut keterangan tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor Dr. H. Mahammad Eidman
M.Sc. bahwa dari lebih kurang 150 jenis kodok yang berada di Indonesia baru 10 jenis
yang diyakini tidak mengandung racun, yaitu :
1. Rana Macrodon
2. Rana Ingeri
3. Rana Magna
4. Rana Modesta
5. Rana Canerivon
6. Rana Hinascaris
7. Rana Glandilos
8. Hihrun Arfiki
9. Hyhrun Pagun
10. Rana Catesbiana
Maka dengan bertawakal kepada Allah SWT, sidang :
MEMUTUSKAN
1. Membenarkan adanya pendapat Mazhab Syafii/jumhur Ulama tentang tidak halalnya
memakan daging kodok, dan membenarkan adanya pendapat Imam Maliki tentang
halalnya daging kodok tersebut.
2. Membudidayakan kodok hanya untuk diambali manfaatnya, tidak untuk dimakan. Tidak
bertentang dengan ajaran Islam.
Jakarta, 18 Shafar 1405 H
12 Nopember 1984 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Sekretaris
PROF.KH.IBRAHIM H.MAS’UD
http://halalmui.org/images/stories/Fatwa/fatwa%20memakan%20dan%20membudidayakan%20kodok.pdf
Post a Comment