Sebelumnya aku minta maaf untuk judul tulisan yang aku buat tersebut di atas. Karena mungkin ada di antara saudaraku yang salama ini meng-iman-i ”siksa kubur” atau justru malah sebaliknya.
Untuk itu marilah kita bahas perbedaan ini, karena diluar dari perbedaan tentunya kita sudah sepakat bahwa Syari’at Islam telah sempurna, dan tidak memerlukan tambahan ataupun pengurangan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah ku ridhoi islam sebagai agamamu." ( QS. Al-Maidah: 3) Dan Nabi Shallallahu 'Alahi wa Sallam tidaklah wafat kecuali telah menjelaskan seluruh perkara dunia dan agama yang dibutuhkan.
Pembahasan ini di mulai dari wajibnya kita beriman kepada yang Ghoib, ”(Orang- orang bertaqwa itu) yang beriman kepada yang ghoib dan mendirikan sholat serta menginfakkan rezki yang Kami berikan kepada mereka" (QS. Al Baqoroh: 3). Beriman adalah ungkapan keyakinan dan kepercayaan terhadap sesuatu. Ghoib adalah segala sesuatu yang tidak tampak oleh panca indra manusia. Beriman kepada yang ghoib menurut seorang ulama bernama Abul Aliyah, "Beriman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan Rasul-rasul, surga dan perjumpaan dengan Allah SWT diakhirat serta hidup sesudah mati, semua itu ghoib." Diantara yang harus kita yakini terhadap hal-hal ghoib ini adalah;
Beriman kepada akan terjadinya hari kiamat ( lihat Q.S Al Qiyamah )
Beriman kepada hari Akhirat. Termasuk beriman kepada hari akhirat adalah ;
Beriman kepada kebangkitan sesudah mati ( lihat Q.S Al Anbiya: 104, dan Al Mukminun: 15 – 16 ). Rasulullah SAW bersabda, "Manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat tanpa alas kaki dan telanjang." ( H.R. Bukhori dan Muslim )
Beriman kepada perhitungan dan pembalasan sesuai dengan perbuatannya ( lihat Q.S Al Ghosiyah: 25-26, Al An’am: 160 dan Al Anbiya : 47).
Beriman kepada syurga dan neraka. Syurga sebagai tempat yang menyenangkan bagi orang-orang yang bertaqwa ( lihat Q.S.Al Bayyinah: 7-8 dan Al Ahzab:17 ). Sedangkan neraka sebagai tempat penyiksaan bagi orang-orang kafir dan dzalim yang ingkar kepada Allah SWT dan tidak mentaati rasul-rasul-Nya ( lihat Q.S Al Imran:131, Al Kahfi:29 dan Al Ahzab:64-66 ).
Nah untuk perincian beberapa hal ghoib tersebut diatas, insyaAllah kita semua sependapat untuk mengimaninya. Karena memang dalil-dalilnya sangat jelas, dan berkesesuaian dengan al-Qur’an... Namun untuk beriman kepada yang berikut inilah yang perlu kita bahas kembali, yaitu :
”Termasuk beriman kepada hari kemudian adalah beriman kepada fitnah dan pertanyaan di kuburan ( H.R Bukhori dan Muslim ). Dan beriman terhadap adanya siksa kubur atau kenikmatan di dalamnya ( lihat Q.S Al An’am : 93 ).
Memang surah al-An’am ayat 93 inilah yang umumnya sering dijadikan acuan...
Agar pembahasan ini dapat akurat, dan bukan pula ”katanya Nchie”, maka marilah kita buka beberapa kitab tafsir yang akan menjelaskan tentang QS. Al-An’am ayat 93 tersebut.
Dari 3 buah kitab tafsir yang ditulis oleh (1) Sayyid Quthb (2) Buya Hamka (3) Quraish Shihab, ternyata ketiga-tiganya menjelaskan keterangan yang hampir bersamaan. Maka dengan dengan meluangkan sedikit waktu, aku ketikkan berikut ini salinan dari salah satunya...
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;
”Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah." Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.” (QS. Al-An’am : 93).
Berikut ini adalah penafsiran dari surah al-An’am ayat 93 yang aku salin dari Tafsir al-Mishbah volume 4 Surah al-An’am hal. 200 s/d 202, penulis M. Quraish Shihab, penerbit Lentera Hati.
”Ayat yang lalu menegaskan bahwa al-Qur’an bersumber dari Allah Swt; dengan demikian ia bukan buatan dari Nabi Muhammad Saw. Atau siapapun. Rupanya ketika itu atau di masa datang ada yang mengaku mendapatkan wahyu dalam rangkan meraih kedudukan atau mengalihkan orang dari tuntunan al-Qur’an. Terhadap mereka, Ayat di atas turun mengecam; Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah seperti halnya orang Yahudi dan kaum Musyrikin Mekah yang bukan saja menginkari Wahyu tetapi juga berbohong atas nama Allah, Atau Siapa juga yang lebih zalim daripada yang berkata: “Telah di wahyukan kepadaku” oleh Allah satu informasi Padahal sebenarnya dia berbohong karena tidak ada yang di wahyukan sesuatupun kepadanya, dan siapa pula yang lebih zalim daripada, yang berkata: “ Aku pasti akan menurunkan, yakni menyampaikan sesuatu yang amat tinggi nilainya sehingga menyampaikannya sama dengan menurunkannya seperti apa yang kaum muslimin percaya diturunkan oleh Allah,” yakni al-Qur’an. Siapa yang lebih zalim dari ketiga macam manusia itu? Pasti tidak ada, bahkan merekalah yang paling zalim, sehingga mereka semua wajar mendapat siksa. Dan sekiranya Engkau hai Nabi Muhammad dan siapapun di antara kamu melihat di waktu orang-orang zalim yang mencapai puncak kezaliamn berada dalam tekanaan-tekanan sakaratul maut, sedangkan para malaikat membuka tangan mereka, yakni,menghadapi para pendurhaka yang bermaksud mempertahankan nyawanya ambil berkata: “Keluarkan lah nyawa kamu.” Sekiranya engkau hai Nabi Muhammad dan siapapun yang dapat melihatnya maka sungguh engkau akan melihat suatu pemandangan yang sangat dahsyat dan mengerikan. Tiada kata-kata yang engkau ketahui yang dapat melukiskannya. Selanjutnya para malaikat lebih jauh menjelaskan sebab siksaan itu dengan menyatakan bahwa, “PAda hari ini, yakni saat ini hingga waktu yang ditentukam Allah kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menyakitkan jasmani kamu dan menghinakan jiwa kamu, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah perkataan-perkataan yang tidak benar dan karena kamu telah menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya,” yakni enggan menerima bahkan melecehkannya.
Ada tiga macam kezaliman yang di sebut pada ayat ini, yaitu:
1. Membuat kedustaan terhadap Allah
2. Mengaku mendapat Wahyu.
3. Melakukan pelecehan terhadap wahyu dengan berkata akan membuat semacamnya.
Sebenarnya yang kedua dapat dimasukan dalam bagian yang pertama, tetapi guna mendapat perhatian yang lebih besar menyangkut hal yang kedua itu maka ia di sebut secara tegas dan jelas. Demikian pendapat mayoritas Musafir. Ada juga yang memahami makna membuat kedustaan terhadap Allah dalam arti mempersekutukan-Nya, tetapi sengaja tidak di tegaskan dengan redaksi tersebut karena tujuan ayat ini adalah mengajak kaum Musyrikin untuk bersikap objektif serat menghindari subjektivitas. Ini, agar emosi mereka tidak terpancing menolak ajakan di atas. Pendapat ini dapat didukung oleh penutupan ayat berikut dimana dipertanyakan kepada mereka kehadiran para sesembahan yang mereka jadikan sekutu-sekutu Allah. Apabila pendapat ini di terima, Maka kezaliman kedua berbeda dengan yang pertama, sekaligus yang kedua tidak dapat dipahami sebagai bagian yang pertama.
Di atas_sebagaimana dikemukakan- terbaca tiga macam kezaliman, tetapi hanya dua kali di sebut kata man/siapa, masing-masingpad kezaliman pertama dan ketiga, sedang kezaliman kedua tanpa menggunakan kata siapa. Bagi yang berpendapat bahwa kezaliman kedua termasuk bagian kezaliman pertama, maka ditiadakannya kata siapa pada yang kedua itu menjadi sangat wajar, sedang bagi yang membedakan kezaliman pertama dengan kedua, maka penyebutan hanya dua kali kata siapa itu disebabkan karena yang pertama dan kedua menyatu dalam jenis kezaliman terhadap Allah akibat keengganan tunduk kepada-Nya, sedang jenis kedua adalah kezaliman terhadap ayat-ayat Allah dalam bentuk keangkuhan dan pelecehan.
Firman-Nya mengutip ucapan sementara orang bahwa telah diwahyukan kepadaku dan seterusnya, dipahami oleh sementara ulama bahwa yang dimaksud adalah Musailamah al-Kadzdzab dan al-Aswad al-Ansi. Pendapat ini ditolak oleh sekian ulama dengan alasan bahwa surah ini turun sebelum Nabi Saw berhijrah ke Madinah, sedang kasus Musailamah al-Kadzdzab, dan al-Aswad al-Ansi, terjadi pada tahun ke sembilan hijrah jauh sesudah turunnya ayat ini. Karena itu ayat ini tidak harus dipahami sebagai menunjuk orang tertentu, tetapi siapa dan kapan pun. Hingga kini—di mana-mana—kita masih menemukan dan mendengar tentang orang-orang yang mendapat wahyu atau wangsit atau mangaku didatangi oleh malaikat Jibril menyampaikan informasi yang beraneka ragam.
Kata ghamarat yang dijelaskan di atas denagn arti sakarat al-maut, adalah bentuk jamak dari kata ghamrat. Ia terambil dari akar kata ghamara yang berarti meliputi/memenuhi sesuatu, atau menutupi dan menghilangkan bekas-bekasnya seperti halnya ombak yang menelan seseorang dan meliputi seluruh tubuhnya. Sekali ombak itu mengangkatnya ke atas atau menenggelamkannya ke bawah, dan dikali lain menhempaskannya ke kiri dan ke kanan. Ini mengandung makna kesungguhan dan ketiadaan ampun yang diberikan oleh para malaikat yang mencabut nyawa itu. Atau, keadaan para malaikat ketika mencabut roh pembangkang yang mempertahankan nyawanya bagaikan seseorang yang hendak menuntut dan mendesak seseorang yang berhutang sambil menghardik. Ini juga berarti ketidakberdayaan menolak maut dan siksaan yang sedang mereka hadapi.
Firman-Nya: keluarkanlah nyawa kamu, dipahami bukan dalam arti ucapan, karena kematian dan kehidupan bukanlah sesuatu yang berada dalam wilayah kemampuan manusia untuk meraih atau menampiknya. Atas dasar itu, perintah di atas dapat di pahami sebagai gambaran dari keengganan seseorng untuk meninggal dunia. Ini menggambarkan betapa kasar dan kejam malaikat menghadapi mereka seakan-akan mereka berkata:”Keluarkanlah nyawa kamu dari siksa yang akan kamu hadapi.” Memang semua orang enggan mati, tetapi seorang mukmin pada saat malaikat maut datang mengambil nyawanya akan melihat tempatnya kelak disurga. Nah, ketika itu jiwanya merasa tenang dan senang bertemu dengan Allah, Allah pun senang bertemu dengannya. Sedang seorang Durhaka, diperlihatkan kepadanya—saat sakarat—tempat yang akan dihuninya di neraka, sehingga hatinya gusar, tidak ingin mati, nyawanya bagaikan enggan keluar karena melihat dan menyadari apa yang akan di alaminya itu.”
Nchie:
Sungguh jelas bukan bahwa arti maupun tafsir dari surah al-An’am ayat 93 ini, tidak terdapat sedikitpun pembahasan mengenai siksa kubur, melainkan masalah sakratul maut yang pasti akan menghapiri setiap manusia...!?
Sekarang, marilah kita saksikan apa yang ditulis oleh Ust. H. Ahmad Sarwat Lc. mengenai ”Siksa Kubur” yang menurut beliau memang ada, dan tidak ketinggalan ditampilkan pula dalil2 maupun hadits yang menurutnya shahih serta berkesesuaian.
Tulisan berikut ini berasal dari :
( http://www.eramuslim.com/ustadz/aqd/7109075440-benarkah-tidak-ada-azab-kubur.htm )
-----------------------------------------------------------------
Ustadz Menjawab : bersama Ust. H. Ahmad Sarwat, Lc.
Pertanyaan
Benarkah Tidak Ada Azab Kubur?
Sabtu, 26 Apr 08 07:30 WIB
Menurut buku yang saya baca berjudul tidak ada azab kubur, penulis meyakinkan bahwa Alquran tidak menyatakan itu kecuali hadis namun kualitas hadis tersebut lemah
1. Benarkah tidak ada azab kubur?
2. Ke manakah ruh dan naps pasca kematian?
3. Apakah alam kubur hanya masa penantian?
4. Kapan manfaat amal jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya bagi yang sudah wafat?
Ejun
Jawaban:
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salah satu bentuk pemurtadan dan penghancuran Islam adalah dengan menanamkan keragu-raguan kepada hadits nabawi. Cara ini oleh musuh Islam dipandang sangat efektif, karena lumayan hemat tenaga, tetapi punya dampak kehancuran yang besar.
Contoh yang paling mudah adalah tentang ingkarnya sebagai umat Islam terhadap adanya siksa kubur. Alasannya, karena siksa kubur itu tidak disebutkan di dalam Al-Quran. Hanya disebutkan di dalam hadits, lalu hadits-hadits itu dituduh sebagai hadits yang lemah.
Padahal kedua argumentasi itu salah besar. Siapa bilang Al-Quran tidak bicara siksa kubur? Dan siapa bilang hadits tentang siksa kubur itu lemah?
Yang lemah bukan hadits tentang siksa kubur, tapi barangkali ilmu dan wawasan penulis buku itu sendiri. Sebab bagaimana mungkin ada orang yang mengaku beragama Islam, tetapi masih saja tidak paham dengan ayat Al-Quran? Atau masih tidak bisa membedakan mana hadits yang shahih dan mana yang tidak shahih? Apalagi sampai berani menulis buku, tapi sayangnya isinya tidak menggambarkan keluasan ilmu, kecuali hanya sekedar menjiplak habis pemikiran kufur materialis barat.
Dalil-dalil Siksa Kubur Adalah Dalil Yang Qath'i
Sebenarnya adanya azab kubur itu sesuatu yang sudah qath’i dan pasti sifatnya. Tidak perlu dipermasalahkan lagi Dalam banyak ayat Al-Quran Al-Kariem dan juga tentunya hadits Rasulullah SAW, kita mendapatkan bahwa dalil yang jelas dan qath’i. Demikian juga Rasulullah SAW menyebut-nyebut azab kubur secara tegas, jelas dan terang.
Bagaimana mungkin kemudian mengingkarinya semata-mata mengambil pengertian kedua dari ayat-ayat Al-Quran Al-Kariem?
A. Ayat-ayat Quran
1. Ayat Pertama
Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang adanya azab kubur.
…Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, , "Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah yang tidak benar dan kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya. (QS. Al-Anam: 93)
Nchie :
Untuk QS. Al-An’am : 93 ini alhamduliLlah tadi telah di jabarkan diatas.
2. Ayat Kedua
…Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. (QS. At-Taubah: 101)
Nchie:
Berikut ini tafsir dari QS. At-Taubah : 101 tersebut...
Allah Ta’aka berfirman yang artinya :
” Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (QS. At-Taubah: 101)
Yang pertama disebutkan adalah kelompok yang sangat tersembunyi niat mereka, bahkan orangnya ini dinyatakan dengan firman-Nya: Di antara orang-orang Badwi, penduduk gunung yang telah disinggung sebelum ini, dan yang bermukim di sekeliling kota dan pemukiman kaum di Madinah, ada orang-orang munafik yang mantap kemunafikannya: dan ada juga, bahkan yang lebih mantap dari mereka, yakni di antara penduduk Madinah. Mereka telah terbiasa sehingga sangat dalam, licik dan melampau batas dalam kemunafikan. Engkau pun, hai Nabi Muhammad saw. yang sungguh tinggi firasat, kecerdasan dan kemampuanmu, tidak mengetahui siapa mereka, karena keluarbiasaan mereka mengelabui orang lain, tetapi Kami saja yang mengetahui mereka sampai sedetail-detail sikap dan perilaku mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar di akhirat nanti.
Ayat ini menjadi dasar untuk tidak membenarkan siapa pun yang menyatakan dirinya mengetahui secara pasti isi hati seseorang, apalagi yang berkaitan dengan keimanan dan ketulusannya.
Tafsir ini disarikan dari Tafsir al-Mishbah volume 5 Surah at-Taubah ayat 101 hal. 701 s/d 702, penulis M. Quraish Shihab, penerbit Lentera Hati.
Demikian juga dengan ayat ini tidak menjelaskan mengenai ”siksa kubur” seperti telah dikhususkannya ayat tersebut yang dijadikan acuan bagi kita, bahwa; ”inilah dalilnya tentang siksa kubur...!?”
Di ayat ini teramat jelas bahwa Allah SWT menyiksa orang zalim itu dua kali, yaitu pada alam kubur dalam kematiannya yaitu setelah nyawa dicabut hingga menjelang hari kiamat. Dan berikutnya adalah siksaan setelah hari kiamat yaitu di neraka.
3. Ayat Ketiga
Demikian juga yang Allah SWT lakukan kepada Fir’aun yang zalim, sombong dan menjadikan dirinya tuhan selain Allah SWT. Allah SWT mengazabnya dua kali, yaitu di alam kuburnya dan di akhirat nanti. Di alam kuburnya dengan dinampakkan kepadanya neraka pada pagi dan petang. Ini merupakan siksaan sebelum dia benar-benar dijebloskan ke dalamnya dan terjadinya pada alam kuburnya.
Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat., "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras." (QS. Al-Mu’min: 46)
Nchie:
Nah menurut kitab Tafsir al-Mishbah berikut ini, Ust. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ”siksa kubur” itu memang ada. Sebelum aku menuliskannya di bawah ini, ada satu pertanyaan ”crusial” yang terus mengganjal dan itulah sesungguhnya jawaban yang belum ditemukan. Jika memang benar siksa kubur itu ada, mengapa ada ayat-ayat yang dijadikan dalil itu ternyata tidak berkesesuaian alias tidak konsisten...? Apalagi di bawah nanti silakan saudaraku saksikan berbagai argumentasi hadits yang disampailan oleh Ust. Ahmad Sarwat ini, yang sangat berbeda dari kenyataan isi hadits dari beberapa ”KITAB HADITS LEGAL” (bukan sekadar ”copas” dari internet) yang ada padaku...
Sekarang, marilah kita simak penjelasan Ust. Quraish Shihab melalui kitab Mishbahnya untuk QS. Al-Mu’min : 46.
Nasihat-nasihat yang disampaikan oleh sang Mukmin yang menyembunyikan keimanannya itu, tidak berkenaan di hati dan pikiran Fir’aun dan rezimnya. Mereka bermaksud buruk, tetapi karena sang Mukmin melakukan “tafwidh”, berserah diri sepenuhnya kepada Allah, maka Allah melindunginya dar tipu keburukan-keburukan daya dan maksud buruk mereka. Selanjutnya karena pada akhirnya: “Tidaklah menimpa makar jahat kecuali perencanaannya” (QS. Fathir[35]:43), maka para perencana itulah yang kena getahnya dan akibatnya ditimpalah dari seluruh penjuru keluarga dan rezim Fir’aun oleh siksa yang amat buruk.Yaitu api neraka di nampakkan kepada mereka dalam kuburnya yakni di alam Barzakh setiap pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat dikatakan kepada malaikat: “masukanlah keluarga Fir’aun ke dalam siksa neraka yang paling keras melebihi apa yang menimpa mereka selama ini di alam Barzakh/ Kubur.”
Al-Qur’an tidak menjelaskanbagaimana Allah melindungi dan menyelamatkan sang mukmin yang memberi nasihat itu. Dalam konteks ini banyak riwayat yang tidak dapat dipertanggung jawabkan nilai kesahihannya dan yang sebaiknya tidak perlu dikemukakan dalam kitab-kitab tafsir.
Kata haqal ditimpa menurut sementara ulama asalnya adalah haqqa dalam arti wajib dan pasti menjadi kenyataan, kemudian disisipin dengan huruf alif sehingga manjadi haqa.
Ayat di atas hanya menyebut keluarga Fir’aun, sedang Fir’aun sendiri tidak disebutkan bagaimana nasibnya. Ini bukanlah isyarat bahwa Fir’aun tidak akan disiksa atau bahwa pada akhir hidupnya dia beriman, tetapi hal itu untuk mengisyaratkan bahwa siksanya melebihi siksa tersebut, Karena kalu keluarga serta pengikutnya saja sudah demikian dahsyat hukuman yang menanti mereka, maka tentu lebih-lebih lagi Fir’aun itu, yang menjadi pemimpin mereka.
Kata yu’radhun terambil dari kata ‘aradha yang berarti “menampakan sesuatu kepada pihak lain baik dengan tujuan menyenangkan dan menarik perhatian, atau dengan maksud menakutkannya, maupun sekadar menampakkan atau membawanya kepada yang ditunjukkan kepadanya itu.”
Ayat diatas di jadikan dalil oleh banyak ulama tentang adanya alam Barzakh dan siksa di alam tersebut, atau dengan istilah lain siksa kubur. Anda baca di atas bahwa pada keluarga Fir’aun itu dinampakkan neraka pada pagi hari dan petang hari. Tentu saja itu tidak terjadi ketika mereka berada pada permukaan bumi, tetapi setelah mereka terkubur dalam perut bumi, dan hidup pada satu alam yang berbeda dengan alam duniawi kita dewasa ini. Nah jika demikian, itu terjadi setelah mereka meninggalkan dunia. Yetapi karena lanjutan ayat ini menyatakan bahwa: “Dan pada hari terjadinya kiamat” diperintahkan kepada malaikat untuk memasukan mereka ke Neraka,”maka penampakan neraka kepada mereka—pagi dan petang itu—tentulah terjadi sebelum terjadinya kiamat, yakni sekarang ini didalam alam mereka, yang berbeda dengan alam Anda dan saya saat ini.
Dari satu sisi, ayat di atas menunjukan bahwa mereka hidup disatu alam yang berbeda dengan alam dunia ini. Disana pandangan mereka lebih tajam dari pndangan di dunia ini, karena mereka telah dapat melihat neraka. Di sisi lain, melihat neraka yang akan menjadi tempat mereka pastilah sangat mengerikan, dan ini berarti siksa yang luar biasa, sebelum mereka mendapat siksa yang lebih berat lagi, yakni benar-benar terjerumus ke dalam neraka.
Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa kehidupan di alam Barzakh itu, berlanjut sampai hari kiamat, dan dengan demikian informasi ayat ini bertemu dengan firman-Nya yang berbicara tentang Barzakh yang merupakan dinding pemisah antara dunia dan akhirrat ( baca kembali QS.al-Mu’minuun [23]: 99-100). “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan”. (Bukankah ini ditujukan Allah Ta’ala untuk orang kafir? –red nchie)
Tafsir ini disarikan dari Tafsir al-Mishbah volume 12 Surah al-Mu’min (Ghafir) ayat 10 – 12) hal. 292 s/d 296, penulis M. Quraish Shihab, penerbit Lentera Hati.
4. Ayat Keempat
Ayat ini lalu dikuatkan juga dengan ayat lainnya yang juga menyebutkan ada dua kali kematian, yaitu kematian dari hidup di dunia ini dan kematian setelah alam kubur.
Mereka menjawab, "Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali, lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan untuk keluar?" (QS. Al-Mu’min: 11)
Nchie:
Berikut penafsiran surah tersebut;
Allah berfirman:Sesungguhnya orang-orang yang kafir akan diseru oleh para malaikat pada hari kiamat: “Sesungguhnya kebencian Allah kepada kamu, yakni penghinaan dan siksa-Nya lebih besar daripada kebencian kamu terhadap diri kamu sendiri. Hal tersebut disebabkan karena kamu berulang-ulang diseru oleh Rasul dan orang-orang beriman untuk beriman lalu kamu kafir menolak seruan itu.
Kini para pendurhaka menyadari dan menyesali kesalahan mereka. Mereka berkata mengakui kesalahan dengan harapan dapat diberi kesempatan sekali lagi bahwa: “Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali, dan telah menghidupkan kami dua kali pula, maka kini kami sadar bahwa memang engkau kuasa menghidupkan yang telah mati dan kini kami pun mengakui dosa-dosa kami antara lain dosa pengingkaran kami atas keniscayaan kiamat dan dampak-dampaknya. Maka adakah sesuatu jalan bagi kami untuk keluar dari neraka menuju kedunia untuk dapat kami beramal dan memperbaiki diri?” Ketika itu, mereka mendengar jawaban: “ Tidak! Yang demikian itu yakni siksa yang dijatuhkan kepada kamu Adalah karena jika diserukan Allah saja yang Maha Esa yang hendaknya kamu sembah, Kamu kafir, yakni menolak seruan itu. Dan, sebaliknya apabila Dia yakni Allah Swt. Dipersekutukan dengan sesuatu, kamu percaya,maka putusan sekarang ini adalah dipersekutukan dengan sesuatu, kamu percaya,maka putusan sekarang ini adalah hanya milik dan wewenang Allah Yang MAha Tinggi lagi Maha Besar.
Kata maqt di gunakan dalam arti kebencian yang luar biasa terhadap siapa yang melakukan kejahatan. Firman-Nya: maqtikum anufusakum serupa dengan ucapan “Dia memusuhi dirinya sendiri.” Yakni dia tidak memikirkan tindakannya dengan melakukan perbuatan yang mengakibatkan dia celaka, dan dengan demikian dia bagaikan memusihi dirinya sendiri. Apa yang di lakukan terhadap dirinya, serupa dengan perlakuan seseorang terhadap musuhnya. Hal tersebut karena di hari kiamattimbul penyesalan dalam hati pendurhaka. Mereka bahkan membenci dirinya sendiri yang telah menolak ajakan Rasul. Mereka membencinya karena ternyata penolakan dirinya itu telah mengakibatkan siksaan. Ada juga yang memahami kalimat maqtikum anfusakum dalam arti “ Kebencian kamu satu terhadap yang lain.” Ini karena di hari kemudian nanti orang-orang kfir saling benci-membenci, berbeda dengan orang mukmin yang hidup harmonis.
Ada juga yang memahami penggalan ayat di atas dalam arti: Sesungguhnya kebencian Allah kepada kamu sewaktu kamu hidup didunia ketika kamu di ajak beriman dan menolak – Kebencian Allah ketika itu – lebih besar daripada kebencian kamuterhadap diri kamu sekarang ini di akhirat, kebencian yang di akibatkan oleh penolakan kamu itu.
Berbeda-beda pendapat ulama tentang kematian dua kali dan kehidupan dua kali yang di maksud ayat di atas. Ada yang berpendapat bahwa kematian pertama dalam kehidupan dunia dan kematin kedua di alam Barzakh. Sedang kehidupan dua kali adalah kehidupan di dunia dan kehidupan setelah di bangkitkan dari kubur. Ada juga yang memahami kematian pertama dalam perut ibu sebelum adanya Ruh, dan yang kedua adalah kematian yang dialami di pentas bumi. Sedang kehidupan pertama adalah setelah hembusan ruh, dan kehidupan kedua setelah kebangkitan dari kubur. Pendapat ini di anut juga oleh Ibn ‘Asyur. Bagaimana kehidupan di alam Barzakh? Ibn ‘Asyur menjawab kehidupan itu tidak disebut, boleh jadi karena kehidupan itu sangat singkat, sekadar untuk menjawab pertanyaan para malaikat, atau karena itu hanya kehidupan bagi sebagian jasad. Begitu antara lain jawabnya.
Thabathaba’I cenderung memahami kematian pertama adalah kematian dalam kehidupan ini, yang disusulkan dengan kehidupan di alam Barzakh, lalu terjadi lagi kematian di alam Barzakh dan itulah kematian kedua, yang disusul dengan kehidupan kedua yaitu kehidupan di hari kemudian. Thabathaba’I yang menguatkan pendapat ini mengemukakan bahwa kehidupan di pentas bumi tidak disebutkan, karena ayat ini berbicara tentang kehidupan dan kematian setelah kehidupan di dunia, bukan macam-macam kehidupan dan kematian yang telah dan akan dialami seseorang. Kaum musyrikin itu hanya menyebut kehidupan dan kematian setelah keberadaan mereka di dunia, karena hanya kedua macam itulah yang mengantar mereka percaya tentang keniscayaan kebangkitan. Adapun kehidupan duniawi, maka itu sama sekali tidak mereka jadikan bukti tentang keniscayaan kebangkitan.
Pendapat Thabathaba’I ini masih menimbulkan tanda Tanya, yaitu apakah benar seseorang yang hidup di alam Barzakh, masih akan mengalami kematian, lalu di bangkitkan lagi untuk kebangkitan di hari kemudian? Penulis tidak menemukan dalil tentang hal tersebut, Thabathaba’I pun tidak menguraikannya.
Tafsir ini disarikan dari Tafsir al-Mishbah volume 12 Surah al-Mu’min (Ghafir) ayat 10 – 12) hal. 292 s/d 296, penulis M. Quraish Shihab, penerbit Lentera Hati.
Ternyata ayat ini tidak menjelaskan mengenai ”siksa kubur” seperti telah dikhususkannya ayat tersebut yang dijadikan acuan bagi kita, bahwa; ”inilah dalilnya tentang siksa kubur...!?”
B. Dalil Hadits Shahih
Selain ayat-ayat Al-Quran Al-Kariem, hadits-hadits shahih pun secara jelas menyebutkan adanya azab qubur. Sehingga tidak mungkin bisa ditolak lagi kewajiban kita untuk meyakini keberadaan azab kubur itu, sebab bila sudah Al-Quran Al-Kariem dan hadits shahih yang menyatakannya, maka argumentasi apa lagi yang akan kita sampaikan?
1. Hadits Pertama
Dalam hadits yang pertama kami sampaikan tentang azab kubur ini, haditsnya masih amat kuat berhubungan dengan ayat Al-Quran Al-Kariem. Yaitu firman Allah SWT dalam Al-Quran Al-Kariem:
Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim: 27)
Sebuah lafaz dalam ayat di atas menyebutkan tentang ‘ucapan yang tegas’ yang dalam bahasa Al-Quran Al-Kariem disebut dengan ’al-qouluts-tsabit’ dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahwa itu adalah tentang pertolongan Allah SWT ketika seseorang menghadapi azab kuburnya.
Dari Al-Barra’ bin Azib dari Rasulullah SAW bahwa ketika seorang mukmin didudukkan di dalam kuburnya, didatangilah oleh malaikat, kemudian dia bersyahadat tiada tuhan kecuali Allah SWT dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah SAW, maka itulah makna bahwa Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh. (HR Bukhari kitab Janaiz Bab Maa Ja’a Fi azabil Qabri hn. 1280)
Nchie :
Terus terang dari kitab Ringkasan Hadits Shahih Bukhari yang disusun oleh : Imam Az-Zabidi, penerbit Pustaka Amani Jakarta, dan penyusunannya pun disesuaikan dengan nomer urutan hadits-nya, ternyata di dalamnya tidak ada terdapat nomer hadits seperti disampaikan diatas (hadits nomer/hn. 1280). Karena menurut kitab yang aku pegang saat ini menunjukkan, setelah hn. 1277 dilanjutkan hn. 1278, lalu setelah itu nomernya lompat langsung kepada hn. 1281. Berarti hadits yang disampaikan di atas (hn. 1290) adalah maudu’ (BOHONG).
2. Hadits Kedua
Ada sebuah doa yang dipanjatkan oleh beliau dan diriwayatkan dengan shahih dalam shahih Al-Bukhari.
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW berdoa dalam shalat, ”Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari azab kubur …(HR Bukhari kitab azan bab doa sebelum salam hn. 789)
Nchie :
Masya Allah Ustadz, masih dari kitab yang sama (shahih al-Bukhari), hadits nomer 789 itu memang ada. Namun yang tertulis di kitab yang ada di tanganku saat ini bukanlah seperti tersebut di atas, melainkan :
(hal. 214) Bab 22: Bertakbir ketika bangun dari sujud.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. dia berkata: Ketika berdiri untuk memulai salat, RasuluLlah saw. bertakbir. Ketika ruku’ beliau juga bertakbir, dan ketika bangun dari ruku’ beliau membaca Sami’aLlaahu liman hamidahu (artinya: Allah menjawab orang yang memuji-Nya). Ketika berdiri setelah ruku’ beliau membaca Rabbanaa walakalhamdu (artinya: Ya Rabb kami! Segala puji hanya bagi-Mu).
(Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadits nomer: 789).
3. Hadits Ketiga
Dalam kitab shahihnya itu, Al-Bukhari pun membuat satu bab khusus azab kubur.
Dari Aisyah ra bahwa seorang wanita yahudi mendatanginya dan bercerita tentang azab kubur dan berkata, ”Semoga Allah SWT melindungimu dari azab kubur”. Lalu Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang keberadaan azab kubur itu. Rasulullah SAW menjawab, ”Ya, azab kubur itu ada”. Aisyah ra berkata, ”Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW melakukan shalat kecuali beliau berlindung kepada Allah SWT dari azab kubur”. (HR Bukhari kitab Janaiz Bab Maa Ja’a Fi azabil Qabri hn. 1283)
Nchie:
Yah begitu juga dengan hadits di atas, ternyata sangat berbeda bunyinya meski dengan nomer hadits yang sama (hn. 1283). Diatas dikatakan ”al-Bukhari pun membuat satu bab khusus azab kubur” Sungguh ini merupakan kebohongan (maudu’). Karena menurut KITAB LEGAL yang ada di tanganku saat ini, untuk hn. 1283 adalah Bab 15: Ziarah Kubur...
Mengapa aku mengatakannya Kitab Legal...!? Sebab kitab tersebut di perjual-belikan secara sah dan isinya pun dilindungi undang-undang. Jadi tentu akan sangat bermasalah jika kitab ini di manipulasi atau ditambah-kurangkan dari isi aslinya oleh penerjemah.
(Judul asli: ”Mukhtshar Shahih Al-Bukhari” Al-Musamma ”At-Tajriid Ash-Shariih li Ahaadits Al-Jaami’ Ash-Shahih” Penyusun Al-Imam Zainudin Ahmad bin Abd Al-Lathif Az-Zabidi. Penerbit: Daar As-Salam, Riyadh, Saudi Arabia. Ce. Pertama 1417 H./1996 M. Setebal 1070 halaman).
Dan berikut ini adalah Bab 15: Ziarah Kubur tersebut;
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. dia berkata: Suatu ketika Nabi saw. lewat di dekat seorang perempuan yang sedang menangis di sisi suatu kuburan, kemudian beliau bersabda kepada perempuan itu, ”Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah!” Perempuan itu mengatakan, ”Menyingkirlah, karenakamu tidak mengalami musibah seperti yang saya alami”. Perempuan itu tidak tahu bahwa orang yang menyuruhnya bertakwa dan bersabar itu adalah Nabi saw. Setelah ia diberitahu bahwa orang tersebut adalah Nabi saw., ia segera mendatangi rumah Nabi saw., dia tidak menjumpai seorang penjaga pintu disana, lalu dia berkata kepada Nabi saw., ”Kemarin itu saya tidak mengenal Anfa”. Nabi saw. bersabda, ”Sesungguhnya kesabaran itu ketika seseorang mendapat hantaman musibah lalu seketika itu pula dia bersabar,”
(Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadits nomer: 1283).
Sungguh jelas sangat berbeda bukan...!?
4. Hadits Keempat
Dalam kitab shahihnya itu juga, Al-Bukhari membuat satu bab khusus tentang berlindung kepada Allah SWT dari azab kubur.
Dari Musa bin ‘Uqbah berkata bahwa telah menceritakan kepada anak wanita Khalid bin Said bin Al-Ash ra bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW berlindung kepada Allah SWT dari azab kubur.(HR Bukhari kitab Janaiz Bab At-Ta’awwuz min azabil Qabri hn. 1287)
Nchie:
Hadits ini juga maudu’ (BOHONG), karena sudah dikeluarkan dari kumpulan hadits tersebut (tidak terdapatnya hn. 1287).
5. Hadits Kelima
Dari Aisyah ra bahwa beliau bertanya kepada Rasulullah SAW tentang apakah manusia diazab di dalam kubur, lalu Rasulullah SAW menjawab, ”Aku berlindung kepada Allah SWT dari hal itu (azab kubur). (HR Bukhari kitab jum’at bab berlindung kepada Allah SWT dari azab kubur ketika gerhana hn. 991, 996)
Nchie:
Aku pikir pada argumentasi ke-5 ini aku menemukan hadits yang berkesesuaian. Wah, ternyata harapan aku itu keliru. Ternyata untuk hn. 991 juga tidak ada, tapiii untuk hn. 996 ternyata ada..!!! beginilah bunyinya:
Bab 2: Waktu salat Witr
Diriwayatkan dari Aisyah r.a., dia berkata: Setiap malam RasuluLlah saw. melaksanakan salat Witr dan salat Witr tersebut berakhir sampai saat sahur/menjelang Subuh.
(Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadits nomer: 996.
AstagfiruLlah...ternyata dari ke-5 hadits yang di ajukan tersebut tidak ada satupun yang berkesesuaian. Apakah mungkin kitab Hadits yang aku gunakan berbeda dengan yang digunakan oleh Ust. Ahmad Sarwat Lc. kalau Nchie boleh tahu, hadits tersebut dikutip dari mana, sehingga sebagiannya dengan nomor yang sama, namun isi yang sangat jauh berbeda...???
Kesimpulan:
Umat Islam sejak masa Rasulullah SAW hingga hari ini telah berijma’ (bersepakat) bahwa azab kubur itu adalah sesuatu yang pasti adanya. Sehingga mereka yang mengingkarinya hanya dua kemungkinannya. Pertama, mereka kurang dalam dan luas dalam mempelajari ayat dan hadits. Kedua, mereka tahu ada dalil dan nash yang shahih dan sharih tapi mengingkarinya. Lepas dari motivasinya masing-masing.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Nchie;
Satu hal penting lagi yang membuat diriku sangat ”menyayangkan” penjelasan Ust. Ahmad Sarwat tentang keyakinannya terhada ”SIKSA KUBUR”. Masya Allah ternyata beliau MEMASTIKAN pendapat dan argumentasinya itu sudah ”DI-PASTI-KAN...
Mohon maaf, lupakah ustadz akan peringatan Allah Ta’ala kepada Baginda RasuluLlah lewat firman-Nya berikut ini...!?
Allah Azza wa Jalla berfirman;
”Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah"[879]. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini."
(QS. al-Kahfi : 23 – 24)
[879]. Menurut riwayat, ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad s.a.w. tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain lalu beliau menjawab, datanglah besok pagi kepadaku agar aku ceritakan. Dan beliau tidak mengucapkan Insya Allah (artinya jika Allah menghendaki). Tapi kiranya sampai besok harinya wahyu terlambat datang untuk menceritakan hal-hal tersebut dan Nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah ayat 23-24 di atas, sebagai pelajaran kepada Nabi; Allah mengingatkan pula bilamana Nabi lupa menyebut Insya Allah haruslah segera menyebutkannya kemudian.
Friday, May 2, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
berhati hatilah wahai engkau manusia yang tidak diridhoi Allah sepanjang hidupmu, karena Sungguh akan berat siksaan dan azab bagi orang orang yang mengingkari adanya siksa kubur, wallahu A'lam bi shawab.
Post a Comment